Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KARAKTER QAULAN dan SIRI' SEBAGAI PENGGERAK MERDEKA BELAJAR

KARAKTER QAULAN dan SIRI’
SEBAGAI PENGGERAK MERDEKA BELAJAR
Penulis : Arman, S.Pd, M.Pd.
(Guru BK SMAN 3 Majene)

 

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dengan berbagai kegiatan bimbingan, pengajaran atau praktek bagi peserta didik terkait dengan peranannya di masa yang akan datang. Secara umum pendidikan menggambarkan tentang proses bimbingan secara sadar oleh pendidik maupun yang dididik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju kepribadian yang berkarakter baik. Pendidikan bukan hanya semata-mata hanya untuk produk yang diberikan oleh sebuah institusi pendidikan, baik taman kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi. Tetapi, kebermaknaan dari pendidikan tersebut didalamnya ada nilai holistik yang diperoleh dari kehidupan sebagai manusia. Nilai holistik tersebut antara lain pendidikan dalam rumah, teladan orangtua, nilai-nilai agama, pengalaman hidup serta nilai kearifan lokal budaya suatu daerah.

Pendidikan seharusnya diarahkan untuk membekali anak didik agar dapat sukses dalam menghadapi problema kehidupan yang beraneka ragam. Lebih jauh dikemukakan bahwa arah pendidikan seperti itu disebut sebagai pendidikan berbasis luas (broad basic education) dimana arah pendidikan tersebut diutamakan pada kemampuan anak meraih sukses kehidupan dengan berbagai dimensinya dan bukan sekedar nilai bagus dalam ijazah.  

Beragam uraian di atas tentang pendidikan dan kebermaknaannya, maka dapat dideskripsikan bahwa makna terdalam dari pendidikan adalah usaha untuk membina kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai agama, norma masyarakat serta budaya yang berkonotasi dengan kehidupan masyarakat suatu daerah.

Membahas tentang kepribadian manusia, maka kita tidak akan terlepas dari arah dan aspek pendidikan karakter, Mendahului deskripsi tentang pendidikan karakter, penulis mencoba mengangkat sebuah kata bijak yang ditulis oleh Hellen Keller, yang dinyatakan bahwa, “Karakter tidak dapat diperoleh dengan mudah dalam kesenyapan, Ia hanya dapat diperoleh dari pengalaman, ujian dan penderitaan yang memperteguh jiwa dan membersihkan visi

Pendidikan karakter dalam dunia pendidikan sejatinya terkait langsung dengan kehakikian sebagai seorang manusia. Mengapa tidak, potensi karakter yang baik sebenarnya telah dimiliki oleh seorang manusia sebelum dilahirkan. Dalam pandangan Islam, ini sesuai dengan hakikat penciptaan manusia oleh Allah ke muka bumi. Artinya bahwa, bukankah manusia terlahir ke dunia dengan diawali dengan perjanjian manusia terhadap Tuhannya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi; Qolu bala syahidna (QS. Al-Araf 7:172) yang artinya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Maka manusia menjawab, “betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Dari firman Allah tersebut sudah sangat jelas bahwa perjanjian antara manusia dengan Tuhannya sudah dimulai sejak ia dilahirkan ke bumi. Hal ini berarti bahwa potensi kebaikan sudah ada dalam diri manusia sejak pertama kali dilahirkan ke dunia. Nilai sikap dan sifat yang berkarakter baik sudah ada sejak pertama kali manusia dilahirkan, tetapi berjalan seiringnya waktu, maka nilai-nilai tersebut dapat berkurang ataupun berkembang sesuai dengan roda kehidupan yang dilakoninya.

Terkait dengan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan, ditambah dengan semakin berkembangnya tegnologi pada berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk perkembangan tegnologi pendidikan, maka semua pihak yang terkait dengan bidang pendidikan harus selalu meningkatkan kompetensi baik itu terhadap tenaga pendidik, peserta didik termasuk lembaga atau institusi pendidikan dan orangtua. Hal tersebut hendaknya dilakukan  untuk melahirkan karakter siswa yang baik. Apalagi dalam masa darurat seperti sekarang ini, yaitu masa pandemi Covid-19, dibutuhkan berbagai formula khusus dan terobosan untuk meningkatkan kompetensi dalam bidang pendidikan, yang nantinya akan bermuara pada perkembangan kompetensi umum siswa serta kompetensi kepribadian yang berkarakter.

Untuk mendukung tercapainya hal tersebut di atas, maka pemerintah terus menggenjot berbagai terobosan atau kebijakan dalam dunia pendidikan. Salah satu program kebijakan pendidikan yang dikembangkan sekarang adalah, merdeka belajar. Pemerintah dalam hal ini, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI), melaksanakan program merdeka belajar yang esensi dasarnya adalah kemerdekan dalam berpikir. Kemerdekaan berpikir yang dimaksud adalah menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu. Tentunya bahwa, kemerdekaan berpikir disini, hakikatnya tentang pembentukan karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi serta berbudi luhur dalam kehidupan masyarakat.

Ada beberapa fakta mengapa program merdeka belajar ini perlu untuk dilaksanakan. Fakta yang pertama adalah untuk mencegah semakin merosotnya nilai karakter yang amburadul pada peserta didik. Kemudian yang kedua adalah hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019, menunjukkan bahwa siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah untuk bidang matematika dan literasi, dimana Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 negara.

Secara umum, kemerosotan siswa Indonesia pada bidang matematika tersebut tidak terletak pada konteks pelajaran matematikanya, tetapi terletak pada kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata yang masih sangat kurang, sementara pada bidang literasi, tidak terletak pada kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis isi bacaan serta memahami konsep dibaliknya, yang muaranya terletak pada kemampuan dalam menerapkan asas-asas Pancasila dalam kehidupan nyata.

Belum lagi berbagai masalah yang muncul selama dalam proses pembelajaran dimasa pandemic covid-19 ini berlangsung. Belajar Dari Rumah (BDR) menjadi salah satu pilihan yang dilakukan oleh tenaga pendidik, baik dilakukan secara daring maupun luring. Tetapi, BDR yang berlangsung sekian bulan ini memberikan berbagai permasalahan tersendiri. Berbagai masalah menjadi penghias perjalanan program BDR ini. Misalnya, masalah tentang sarana dan prasarana siswa yang tidak lengkap sampai pada meningkatnya stress siswa selama BDR ini. Mengapa hal tersebut terjadi, karena secara sederhana, bahwa BDR merupakan sesuatu yang baru dan tidak lazim serta tidak terbiasa bagi siswa dan pendidik. Dalam arti bahwa dibutukan adaptasi yang mendalam tentang pelaksanaan metode tersebut.

Dari deskripsi di atas, baik yang menggambarkan tentang hakikat manusia sebagai hamba Allah dan makna pendidikan secara umum maupun pembelajaran karakter serta berbagai permasalahan yang mendera dunia pendidikan saat ini, maka dibutuhkan sebuah kreatifitas dan konsep yang bermakna dan mendalam untuk mendukung pemerintah dalam pelaksanaan merdeka belajar. Adapun konteks yang dimaksudkan disini adalah memadukan antara pendidikan keagamaan dan budaya atau kearifan lokal suatu daerah dalam pelaksanaan merdeka belajar.

Program merdeka belajar diharapkan menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik, dan menerapkannya kepada peserta didik, dengan harapan tercipta kebebasan berpikir, melahirkan karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi serta berbudi luhur dalam kehidupan masyarakat.

Tujuan yang ingin dicapai dari program merdeka belajar tersebut, tidaklah mudah untuk dilakukan, tidaklah segampang apa yang kita pikirkan. Dibutuhkan kerja keras, kekuatan, kekompakan dan terutama penanaman karakter dasar berpikir dan bertindak pada peserta didik. Logikanya, ketika kita sebagai tenaga pendidik dapat menanamkan landasan berpikir dan bertindak yang rasional dan mengedepankan rasa estetis, bermuatan norma agama dan budaya, maka diyakini akan melahirkan karakter-karakter siswa sebagaimana tercantum di atas.  

Membahas tentang muatan norma agama dan budaya, maka tepatlah kiranya, jika program merdeka belajar dikolaborasi dengan pendekatan keagamaan dan budaya. Apalagi, kita yang berada dalam wilayah provinsi Sulawesi Barat dengan golongan suku Mandar, yang dikenal memiliki kekayaan dan sejarah keagamaan serta kearifan budaya lokal yang beraneka ragam, maka layaklah sekiranya jika arah pendidikan di Sulawesi Barat ini dipadukan antara konteks merdeka belajar dan pendidikan agama Islam serta muatan kearifan lokal budaya Mandar.

Pendidikan keagamaan, tentunya akan berpijak pada pendidikan yang berlandaskan kaidah, prinsip dan etika berkomunikasi dalam Islam. Landasan tersebut berasal dari Al-Quran dan hadist yang ditemukan dalam lafazh Al-Quran, sementara dalam kearifan lokal budaya, hendaknya dilandaskan pada Etika dan Estetika dalam budaya Mandar. Tentunya akan ada perbedaan ajaran atau akidah setiap agama di Indonesia, tetapi inti dari akidah tersebut tentunya akan selalu mengedepankan etika dan prinsip-prinsip kebaikan dalam kehidupan.

Konsep Qaulan dalam Merdeka Belajar

Mengkaji tentang landasan atau kaidah dan prinsip serta etika berkomunikasi dalam Islam, dikaitkan dengan merdeka belajar, maka ada 7 cara, yang diistilahkan dengan “Qaulan” dalam Islam dapat dimanifestasikan dalam proses belajar mengajar. Konsep qaulan tersebut diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam menerapkan program merdeka belajar bagi siswa.

Secara umum, Qaulan berasal dari Bahasa Arab yang diartikan dengan perkataan. Salah satu aspek yang terkandung di dalamnya adalah masalah komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu bentuk interaksi verbal antar sesama manusia. Dalam komunikasi ada berbagai prinsip yang mesti dipenuhi agar pesan yang disampaikannya mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan pengucapannya. Intinya bahwa diharapkan tercipta perkataan atau komunikasi dengan konsep yang bertutur qurani. Tindak tutur qurani adalah suatu ucapan yang memiliki nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, kebaikan, sopan, pantas, optimis, indah, menyenangkan, logis, menyentuh hati, lemah lembut, dan rendah hati.

Dalam penanaman konsep qaulan terhadap peserta didik, ada 6 qaulan yang mestinya dimasukkan dalam konsep merdeka belajar sebagai panduan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Adapun jenis qaulan antara lain, (1) Qaulan Karima; dilihat dari segi bahasa, karima berasal dari kata karuma yakrumu karman karimun yang bermakna mulia. Al-Quran mengingatkan kita untuk menggunakan bahasa yang mulia, yakni perkataan yang memuliakan, enak didengar, lemah lembut dan memberi penghormatan kepada sesama. Hal tersebut terkandung dalam Al-Quran Surah Al-Isra:23 yang artinya “Janganlah kamu mengatakan “ah” kepada mereka (orangtua), jangan pula kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Berdasarkan pengertian Qaulan Karima di atas, maka guru diwajibkan untuk mendidik siswanya dengan perkataan yang mulia dan menasehati siswa dengan perkataan yang enak didengar. Hal tersebut diyakini akan dapat diterima dan merasuk kedalam hati siswa serta dapat dilaksanakan dengan sepenuh hati dan penuh rasa ikhlas.

Kemudian, (2) qaulan Ma’rufa; ma’rufa identik dengan kata urf atau budaya. Menurut M. Quraish Shihab, ma’ruf secara bahasa artinya baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Qaulan ma’rufa berarti perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar) dan tidak menyakitkan serta sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Dalam firman Allah SWT surah  An-Nisa:5 yang artinya, “Dan janganlah kamu menyerahkan harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (anak yatim) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan, berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka seorang guru hendaknya bertutur kata yang santun, pantas dan jangan pernah guru menyakiti perasaan siswa dengan perkataan yang kasar. Dengan kata lain, bahwa guru diharapkan tidak mudah memvonis siswa baik dengan perkataan tidak pantas ataupun perlakuan yang negatif. (3) Qaulan Sadida; sadida berarti jelas, jernih, terang. Berdasarkan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa:9, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. Dari pengertian di atas yang dilandasi oleh firman Allah tersebut, maka konteks qaulan sadida dapat dimaknai dengan perkataan yang jelas, tidak meninggalkan keraguan, meyakinkan pendengar dan tidak mengada-ada. Berdasarkan pengertian di atas, maka guru harus selalu mengatakan kebenaran dan kejujuran. (4) Qaulan Baligha; baligha dapat diartikan dengan sampai.  Dalam firman Allah surah An-Nisa: 63, yang artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan verilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka guru diharapkan komunikatif. Hendaknya dalam berkomunikasi menggunakan pola pikir, perasaan dan posisi peserta didik. Guru harus menyadari betul apa kebutuhan, perasaan dan apa yang tengah terjadi dalam diri siswa serta buatlah mereka agar selalu bersikap dan berpikir positif. (5) Qaulan Maysura; maysura artinya mudah. Qaulan masyura adalah perkataan yang mudah. Dalam firman Allah SWT surah Al-Isra: 28, yang artinya, “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh Rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”. Olehnya itu, berdasarkan pengertian dari qaulan maysura, maka guru dalam berkata, perkataannya harus menyenangkan siswa, guru diharapkan jadi model yang dapat ditiru dan digugu, baik dari perkataan maupun perbuatannya.

Kemudian yang (6) Qaulan Layyina; secara bahasa layyina artinya lemah lembut. Qalan layyina dsaat diartikan dengan perkataan yang lemah lembut. Kosep ini dapat dijadikan sebagai strategi dakwah. Artinya semua perkataan hendaknya disampaikan dengan lemah lembut. Dalam firman Allah SWT surah Thaha:44, yang artinya “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut , mudah-mudahan ia ingat atau takut ”. berdasarkan pengerrian tersebut, maka guru diharapkan dalam berkata dan berkomunikasi yang lemah lembut, agar siswa merasa tertarik dan mau mendengarkan apa yang disampikan oleh guru.    

Konsep Siri’ dalam Merdeka Belajar

            Secara harfiah kata siri’ menurut sistim adat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memiliki dua makna fundamental, yaitu malu dan harga diri, seorang pemalu karena mempunyai harga diri. Dalam bahasa bugis disebut, Tau angka siri’na, dalam bahasa Makassar disebut, Tau niaka sri’na, dan dalam bahasa Mandar disebut, Todziang siri’na.   

Secara luas siri dapat dimaknai sebagai patokan nilai dan kebudayaan masyarakat Sulawesi Barat. Dalam tradisi Mandar, konsep siri’ dapat dikembangkan pemahamannya dengan berbagai aspek kehidupan, misalnya malappu (kejujuran), amanarangang (kecendekiawanan), sitinaya (kepatuan/patut), tappa (keteguhan), masia (ulet). Konsep tersebut adalah pemaknaan mendalam tentang siri’ tersebut.

Dalam suku Mandar, seseorang yang tidak memiliki siri’ akan memberikan ruang gerak bagi manusia untuk melahirkan tindakan anarkis dan tidak bertanggungjawab. Siri’ juga dimaknai sebagai daya pendorong untuk membanting tulang, bekerja mati-matian demi suatu pekerjaan atau usaha agar termotivasi untuk meraih kesuksesan.

Dari deskripsi di atas, maka dapat digambarkan bahwa siri’ memberikan dorongan secara sadar lahirnya reaksi terhadap kelakuan tertentu, sekaligus merupakan perangsang untuk bertindak positif, hati-hati dan menanamkan kedisiplinan. Budaya siri’ juga sebagai filterisasi bagi manusia dalam bertindak, terutama dalam hal memperkaya kompetensi kepribadian yang baik.

Kaitannya dengan konsep merdeka belajar, guru dapat menjadikan konsep siri’ ini sebagai penanaman dasar bagi siswa untuk bersikap dan bertutur kata dalam kesehariannya. Ketika landasan siri’ ini tertanam dalam jiwa pelajar, maka secara tidak langsung, siswa akan selalu merasa enggang untuk berbuat hal-hal yang negatif dan sebaliknya akan melakukan berbagai perintah kebaikan ataupun aktifitas sekolah lainnya yang disampaikan oleh guru, baik dalam proses belajar mengajar ataupun aktifitas lainnya di uar sekolah.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua konsep antara qaulan dan siri’ dikolaborasikan dengan program merdeka belajar, maka akan mencerminkan karakter seorang guru melalui komunikasi, sikap atau tutur kata kepada siswanya. Kedua konsep tersebut  menjadikan siswa akan selalu menjadi sosok pribadi yang penuh solusi, serta dengan ikhlkas membawa perubahan dan perkembangan yangf lebih baik bagi diri siswa itu sendiri. Disinilah diharapkan lahirnya siswa yang mempunyai kapabilitas dan kompetensi keilmuan, sikap dan karakter yang baik. Konsep ini diharapkan menjadi penggerak program merdeka belajar, guna melahirkan siswa yang mandiri, berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi serta berbudi luhur dalam kehidupan masyarakat. 


Posting Komentar untuk "KARAKTER QAULAN dan SIRI' SEBAGAI PENGGERAK MERDEKA BELAJAR"