Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CERITA PERJALANANKU SEBAGAI GURU BIMBINGAN KONSELING MELALUI KEGIATAN HOME VISIT

MEMBANGUN MINDSET POSITIF SISWA MELALUI HOME VISIT

Penulis: Arman, S.Pd. M.Pd (Guru BK SMAN 3 Majene)

Bukan partai, bukan juga caleg yang lagi nyaleg. menyambangi daerah satu ke daerah yang lain, dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Mencoba menarik simpatik atau dukungan sekaligus pengakuan kalau perlu tulisan dari penghuni rumah yang dikunjungi. Mencoba menghitung pundi pundi suara sebagai sentaja yang tajam untuk bertarung di pileg ataupun ragam pemilihan pemilihan lainnya.

Alinea di atas tidak usah dipeduli, ia hanya sekedar pemantik dari uraian-uraian  kalimat selanjutnya dibawa yang sedang saya, anda dan kita baca sekarang.

Maaf, kami adalah pendidik, seorang guru yang mencoba menemukenali, kondisi dan kehidupan, setting atau latar belakang kehidupan siswa dan orangtua siswa. bukankah untuk menerapkan teknik, metode, model pembelajaran ataupun penerapan pendekatan layanan bimbingan, layaknya kita harus mengetahui "mereka" secara mendalam. Berbagai peristiwa ataupun kejadian kerap terjadi dalam dunia pendidikan. katakanlah peristiwa, jenuh dalam belajar, bullying, perundungan, tindak asusila, sampai pada tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Sering kita dengar dan lihat, atau bahkan kita alami sendiri. Sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siswa atau guru itu sendiri. Apakah tidak mungkin, bahwa kejadian yang mendera dunia pendidikan saat ini, adalah salah satunya disebabkan oleh kolaborasi dan kerjasama yang apik antara orangtua siswa dan pihak sekolah tidak dibingkai dan dijalin dengan baik?. Maaf, mungkin terkadang ada orangtua siswa yang menganggap sekolah adalah loundry. Ketika mereka beranggapan seperti itu, maka itu adalah sebuah kesalahan yang fatal. Katakanlah mereka hanya menitip anaknya di sekolah secara fisik saja, tetapi mereka tidak ikutkan ruang emosional, rasa dan batiniah secara penuh, maka itu adalah sebuah kekurangan bahkan dianggap sebagai kesalahan dalam mendidik putra putri mereka.

Mengapa saya katakan sekolah bukan laundry?

Bapak/Ibu para orangtua yang saya hormati. Siswa, atau putra putri bapak/ibu yang dititipkan di sekolah, mereka bukanlah pakaian kotor, kumal dan kusam, yang mungkin sekali cuci langsung bersih. Pakaian kotor, ketika dimasukkan dimesin cuci, kemudian diproses oleh mesin, kemudian keluar menjadi bersih dan wangi, dalam arti sekali proses langsung terlihat hasilnya. Sebaliknya bagi siswa, mereka adalah sebuah karakter yang unik yang sedang berproses, mereka adalah potensi yang masih laten yang entah kapan dapat berkembang dan dituai. Perlu dipahami bahwa, karakter awal tersebut terbentuk oleh dekapan kasih sayang dan kedekatan bapak/ibu di rumah. Mereka terbentuk oleh kejadian dan kondisi awal dirumah, yang pada akhirnya menjadi "habit" dalam diri mereka. Entah itu kebiasan yang baik atau buruk, bergantung pada kondisi yang mereka dengar, lihat dan mereka rasakan. Artinya bahwa, orangtua adalah peletak dasar kepekaan rasa dan rasio siswa. 

Peristiwa negatif yang terjadi di sekolah mungkin bisa juga disebabkan oleh guru. Misalnya saja, seorang guru menyamakan dan memaksakan kehendak mereka dengan satu cara, satu metode, satu pendekatan, satu model, kepada seluruh siswa secara bersamaan. Padahal mereka punya karakter dan habit serta kecerdasan yang beragam.

Dari alas berpikir di atas, hendaknya kita membangun sinergi atau hubungan yang apik antara sekolah dan orangtua siswa, dengan tujuan untuk mengetahui latar belakang kehidupan orangtua dan siswa diluar sekolah. Karena ketika ada komitmen, pelibatan diri secara penuh oleh orangtua siswa, maka kejadian negatif di sekolah dapat dicegah. Salah satu cara untuk membangun sinergi tersebut, adalah dengan melakukan program kunjungan rumah.

Dalam program bimbingan konseling, istilah kunjungan rumah atau yang biasa diistilahkan dengan home visit, merupakan salah satu program yang sering dilaksanakan ketika ada permasalahan atau peristiwa yang berkenaan dengan kondisi dan keberadaan siswa di sekolah. Itulah sebabnya, sebagai seorang guru bimbingan konseling, kami menjadikan rutinitas ini sebagai program berkunjung. Mengunjungi orangtua siswa dirumah, menjadi salah satu cara efektif membantu siswa berkembang lebih baik. selain itu, cara ini juga menjadi ajang silaturahim antara pihak sekolah dengan orangtua siswa.

Berbagai cerita dan harmoni kami dengar dan dapatkan disana. Ada yang berkeluh kesah tentang kehidupannya, ada yang berkisah tentang kondisi anaknya, ada pula yang terdiam dan terpaku atas peristiwa yang menimpah mereka. Semua menyatu dalam cerita tentang program kunjungan tersebut.

Ada sebuah kalimat yang terlontar dari salah satu orangtua siswa yang kami kunjungi. Sebuah kalimat yang luar biasa bermakna dan mendalam. Sebuah kalimat yang akan selalu memberikan kepuasan pada ruang batin kita, terutama sebagai seorang guru. Kalimat tersebut dalam kajian Mandar, biasa diistilahkan “pappasangna tomawuweng” dalam Bahasa Indonesia (pesan mendalam dari orangtua).

Pajari tauangaq todzi anaq'u, paturuanga todzi. Assal Tania nyawana, kalissiq'i, moa parallui, tuttuanga anaq'u, moa iya mala nasurung mapia. Moa ditingmi dipassikolangang anaq'u, anaq mu mo tuq'u. Diniwopai diwoyang annaq anaq’u”

Itulah kalimat yang keluar dari bibir orangtua siswa yang sempat saya kunjungi. Kalimat tersebut di atas, kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira artinya seperti ini.

"Tempah dan didiklah anak saya agar menjadi manusia yang berguna. Asalkan bukan nyawanya, cubitlah anak saya, dan kalau perlu pukul dia, kalau memang untuk kebaikan dia sendiri. Karena ketika anak saya ada di sekolah, maka orangtuanya adalah bapak/ibu guru di sekolah, nanti dirumah baru dia jadi anak saya lagi".

            Suatu pesan yang mendalam dari kalimat di atas, dapat kita jadikan sebagai pegangan dalam mendidik anak di sekolah. Tetapi, pesan tersebut akan menjadi hampah ketika, prinsip dari orangtua siswa tidak terlahir seperti itu.  

Ada hal yag dapat kita petik dari pesan tersebut di atas, bahwa orangtua diharapkan mampu menjadi pendamping yang sejati sekaligus melibatkan fisik dan batin bagi perkembangan siswa di sekolah. Dengan pelibatan secara penuh orangtua di sekolah, maka keberadaan guru dan segala macam tugasnya di sekolah menjadi lebih mudah terpenuhi, kaitannya dengan pengembangan skill dan karakter anak di sekolah.

Semua hal yang dilakukan oleh pihak sekolah dan orangtua, adalah merupakan sebuh ikhtiar atau usaha demi pendidikan anak. Tentang hasilnya nanti, kita serahkan pada mereka dan titah Tuhan nantinya. Ketika mereka mencoba berproses dan menapaktilasi perjalanan hidup mereka dengan kebaikan sebagai seorang pelajar, maka Tuhan akan membuatkan mereka Taqdir yang baik pula. Pola pikir, atau mindset mereka, harus kita temukenali dan kita bangun secara positif. Karena ketika kita menanamkan mindset positif, maka hasilnya akan berakhir pada yang positif pula.

Wallahu A'lam Bissawab.



2 komentar untuk "CERITA PERJALANANKU SEBAGAI GURU BIMBINGAN KONSELING MELALUI KEGIATAN HOME VISIT"

  1. guru berbakti guru yg mulia. istilah mulia hanya pantas dilekatkan pada orang yg ikhlas bekerja. sukses pak

    BalasHapus